PALESTINA TAK USAI DIRUNDUNG MALANG

Smith Alhadar
Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES)

Setelah Inggris memberikan tanah Palestina kepada gerakan Zionis seratus tahun lalu, kini giliran Amerika Serikat (AS) menyerahkan Yerusalem kepada Israel. Pada 2 November silam, Inggris, tanpa rasa bersalah mengundang PM Israel Benjamin Netanyahu untuk merayakan seabad peristiwa surat Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour kepada Lord Walter Rothschild, pemimpin komunitas Yahudi Inggris, untuk dikirimkan kepada Federasi Zionis. Peristiwa yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour itu berisi dukungan Inggris bagi rencana-rencana Zionis mendirikan tanah air Yahudi di tanah Palestina. Aneh, Inggris tidak menjanjikan tanah air bagi bangsa Palestina, padahal orang Palestina — yang telah menetap di negeri itu paling kurang selama 1.200 tahun — merupakan mayoritas dengan 91 persen dari total populasi. Bagaimana mungkin sebuah negara asing (Inggris) memberikan tanah orang lain (Palestina) kepada pihak ketiga (orang Yahudi). Deklarasi Balfour merupakan cakal bakal penderitaan bangsa Palestina. Israel telah memiliki negara sejak 1948, sementara nasib Palestina masih terkatung-katung. Inggris pun hingga kini belum mengakui kemerdekaan Palestina.

Di tengah kebuntuan proses perdamaian Israel-Palestina sejak 2014 akibat pemerintahan Netanyahu menolak menyerahkan Tepi Barat dan Yerusalem Timur kepada Palestina sesuai Resolusi DK PBB No 242 dan Kesepakatan Oslo 1993, pemerintahan Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan pengakuan AS atas seluruh Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Ini bertentangan dengan kebijakan para pedahulu Trump yang, sebagaimana seluruh negara di dunia, tidak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Resolusi Liga Bangsa-Bangsa No 181 tahun 1947 menetapkan Yerusalem sebagai kota internasional berhubung di kota ini terdapat tempat-tempat suci tiga agama: Yahudi, Kristen, dan Islam. Resolusi DK PBB No 242 mengharuskan Israel mundur dari semua wilayah Arab, termasuk Yerusalem Timur, yang diduduki menyusul perang Arab-Israel pada 1967; dan Kesepakatan Oslo di mana status final Yerusalem akan ditentukan lewat perundingan Palestina-Israel.

Bila Deklarasi Balfour bertujuan menarik dukungan kaum Yahudi di seluruh dunia bagi upaya perang Inggris dalam Perang Dunia I, Deklarasi Trump bertujuan memuaskan warga sayap kanan dan Gereja Evangelis AS serta Israel. Toh ini merupakan janji Trump kepada mereka selama kampanye pemilihan presiden bahwa ia akan memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Selain melanggar semua hukum internasional, tindakan ini menghancurkan proses perdamaian Palestina-Israel dan menciptakan instabilitas di dunia Arab dan Islam, bahkan mungkin juga kaum Kristiani di seluruh dunia, selain Gereja Evangelis.

Di Yerusalem Timur, yang ingin dijadikan ibu kota Palestina Merdeka kelak terdapat Masjid al-Aqsa, masjid tersuci ketiga setelah Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah. Kaum muslim percaya dari masjid ini Nabi Muhammad bertolak ke langit (mi’raj). Di Yerusalem Timur juga terdapat Gereja Makam Suci, gereja tersuci di dunia, tempat Yesus di salib dan dimakamkan. Di sini juga terdapat Tembok Ratapan, tempat tersuci umat Yahudi, yang merupakan sisa tembok kuil Nabi Sulaiman yang dihancurkan tentara Romawi pada abad ke-2. Israel menganeksasi Yerusalem Timur pada 1980 karena menganggap Kota Damai itu telah menjadi identitas bangsa Yahudi.

Deklarasi Trump akan memuluskan yahudinisasi Yerusalem Timur. Bukan tidak mungkin Masjid al-Aqsa akan dirobohkan untuk kemudian di atasnya dibangun kembali Kuil Nabi Sulaiman. Toh, selama ini upaya orang Yahudi mengambil alih kompleks Masjid al-Aqsa terus dilakukan, baik oleh arkeolog Israel yang menggali di bawah Masjid al-Aqsa untuk menemukan peninggalan sejarah maupun oleh orang-orang Yahudi fanatik yang terus berupaya mendapat akses beribadah di masjid itu. Tindakan Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel juga dapat menjadi awal pengusiran orang Palestina dari Yerusalem Timur dan penguasaan Yahudi atas Masjid al-Aqsa sebagaimana Deklarasi Balfour menjadi awal pengusiran orang Palestina dari kampung halaman mereka di Israel dan di atasnya dibangun pemukiman-pemukiman orang Yahudi yang didatangkan dari berbagai negara di dunia.

Wajar jika Palestina, Arab, bahkan kaum muslim seluruh dunia marah. Sulit dimengerti mengapa Trump nekat mengambil tindakan yang hanya merugikan kepentingan AS di dunia Islam dan menyuburkan terorisme. Memang deklarasi Trump ini akan diikuti tekanan atas Israel untuk memerdekakan Palestina dengan wilayah Jalur Gaza dan sebagian Tepi Barat sebagai kompensasi. Namun, itu tidak sepadan dengan lepasnya Yerusalem Timur ke tangan Israel. Kota itu terlalu penting bagi Palestina, Arab, dan muslim seluruh dunia. Bagi Palestina, tanpa Yerusalem Timur, yang telah menjadi identitas bangsa Palestina baik Muslim maupun Kristen, kemerdekaan Palestina tidak ada artinya.

Editor: Fahmi S

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*