Indonesia fasilitator strategis dalam Konflik Qatar

ISMES.NET – Jakarta. Indonesia dapat menjadi fasilitator strategis dalam konflik Qatar dengan negara – negara di kawasan Timur Tengah.

Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia mampu menjadi fasilitator strategis dalam konflik di kawasan tersebut. Konflik Qatar hingga kini belum menemukan titik temu. Sehingga diperlukan peran negara lain seperti Indonesia untuk ikut andil dalam penyelesaian konflik Qatar.

Indonesia pada krisis ini dapat menjadi fasilitator strategis di antara kedua belah pihak. Posisi Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia mampu menjadi penengah pertikaian di antara Qatar dan negara sekitarnya.

Deddy Saiful Hadi, Mantan Duta Besar Indonesia untuk Qatar (2012 – 2016) mengatakan, Indonesia bisa menjadi fasilitator strategis untuk konflik Qatar.

“Bisa, karena Indonesia punya aset sebaga negara Islam terbesar di dunia, mereka respek.” katanya dalam Media Briefing di Media Center LIPI, Senin (19/6).

Di samping itu, Indonesia harus netral pada konflik ini. Dengan politik Bebas aktif, Indonesia harus memiliki sikap di tengah dan tidak memihak pada masing masing kubu.

“Indonesia harus netral, kita bersaudara.” tambah Deddy Saiful Hadi di sela – sela acara.

Menurut Nostalgiawan Wahyudhi, Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI menyatakan, Indonesia diharapkan tidak abu abu dalam bersikap. Tidak berpihak terhadap salah satu kubu dan penyambung hubungan diplomatik di negara Timur Tengah.

“Indonesia harus mengambil zero resiko pada konflik Qatar ini. Pemerintah harus manfaatkan peran Indonesia untuk kekuatan diplomatik di kawasan Timur Tengah.” paparnya sebagai pembicara dalam Media Briefing “Rilis Hasil Penelitian tentang Qatar dan Krisis Diplomatik” di Timur Tengah di LIPI, Senin (19/6).

Nostalgiawan Wahyuni dalam paparan ya menambahkan rekomendasi bagi pemerintah Indonesia terhadap konflik Qatar dan Timur Tengah.

Pertama, pemerintah Indonesia tidak mengambil sikap politik luar negeri hitam – putih, tidak berpihak pada satu kubu, serta berupaya merajut kembali kawat diplomatik yang terputus antara Qatar dan negara sekitarnya.

Kedua, pemerintah Indonesia bisa menawarkan diri sebagai fasilitator perdamaian bukan mediator karena Indonesia belum memiliki diplomatic pressure yang kuat terhadap negara negara yang bersitegang, sehingga peran mediator kurang efektif.

Ketiga, negara super power seperti Amerika, Rusia dan Tiongkok atau organisasi internasional, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), memiliki potensi kuat menjadi mediator yang efektif dan diharapkan lebih netral dalam menyikapi ketegangan konflik di Timur Tengah.

Dengan rekomendasi tersebut, Indonesia diharapkan mampu menjadi fasilitator strategis bagi penyelesaian konflik Qatar dan negara di kawasan Timur Tengah.***

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*