Professor Ekonomi Timur Tengah dari Brandeis University Dr. Nader Habibi bertemu secara khusus dengan Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) untuk mendapatkan perspektif terkait Islam di Indonesia dan isu-isu Timur Tengah berdasarkan perspektif orang Indonesia.
Pertemuan yang digelar secara khusus pada Rabu (9/8) di Lantai 11 Gedung LIPI Jalan Gatot Subroto tersebut dihadiri oleh Smith Alhadar (penasihat ISMES), Ryantori (Direktur ISMES), Yanuardi Syukur (Sekjen ISMES), Tia Mariatul Kibtiah (Ketua Divisi Politik Ekonomi Timteng), Fahmi Salsabila (Ketua Divisi Humas), Nur Azizah (staf Divisi Politik Ekonomi Timteng), dan Sugit (PhD student dari Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang).
Pertemuan tersebut dimulai dengan penjelasan oleh Smith Alhadar bahwa ISMES menolak okupasi yang dilakukan Israel terhadap Palestina. “Ini merupakan komitmen dasar kami sebagai peneliti Timur Tengah dari Indonesia,” kata Smith. Dalam konstitusi Indonesia, penjajahan dalam bentuk apapun tidaklah dibenarkan karena tidak sesuai dengan harkat kemanusiaan.
ISMES juga, lanjut Smith, bersifat kritis terhadap kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah, termasuk memandang bahwa kehadiran ISIS adalah bagian dari “perusakan citra Islam di dunia”.
Menurut Smith, ini adalah bagian dari komitmen ISMES yang selain mengkaji dan diseminasi ide-ide dan perspektif terkait Timur Tengah juga tidak melupakan kesadaran kebangsaan sebagai orang Indonesia yang cinta damai namun tetap kritis terhadap apa yang terjadi di tingkat global.
Sementara itu, dalam paparannya, Dr Nader Habibie menyampaikan bahwa saat ini ada banyak isu menarik yang dapat dikaji di Timur Tengah, seperti kebijakan ekonomi negara-negara Teluk yang terkait dengan China. “Bahkan, China memiliki kebijakan netral untuk seluruh negara Timur Tengah,” kata Nader. China dekat kepada Saudi, juga kepada Qatar, Iran dan lain sebagainya.
“Kendati kedua negara tersebut sempat bersitegang, akan tetapi China tidak mau intervensi karena menganggap bahwa konflik tersebut ibarat perkelahian antara kakak dan adik saja yang pada akhirnya akan selesai,” lanjut Nader.
Saat ini, China bahkan tengah mempersiapkan berbagai kebijakan untuk menjadi negara besar di dunia seperti bersifat netral pada seluruh negara dengan hanya berfokus pada kerjasama ekonomi dan memperluas hegemoni di Laut Cina Selatan.
“Saat ini, bahkan China telah mempercepat jarak tempuh dari Shanghai ke London,” kata Nader lagi.
Selain berdiskusi isu Timteng, pertemuan juga memberikan masukan kepada Dr Nader terkait Islam di Indonesia yang disebarkan secara ramah lewat kehadiran 9 wali (Wali Songo). “Kehadiran para sufi ini menjadikan wajah Islam Indonesia lebih ramah dengan budaya lokal dan olehnya itu melahirkan percampuran antara Islam dengan budaya lokal,” kata Smith Alhadar.
Dalam perspektif akademisi Amerika, Dr Nader melihat bahwa Indonesia merupakan negara yang saat ini berkembang pesat. “Ekonomi Indonesia bagus, budaya toleransi juga bagus,” kata dia yang membandingkan dengan potret di Timur Tengah yang tidak lepas dari konflik dan perang.
Pada kesempatan ini, para peneliti ISMES juga berbagi perspektif dan pengalamannya. Tia Mariatul Kibtiah menelisik soal proxy war yang terjadi di Indonesia antara sunni dan syiah yang merupakan imbas dari konflik antara Saudi dan Iran dan Fahmi Salsabila membahas soal friksi yang terjadi di Indonesia ketika kontestasi Gubernur Jakarta yang lalu.
Terakhir, dalam upaya untuk memperluas relasi ISMES dengan institusi kajian Timur Tengah di luar negeri, maka Dr Nader diminta untuk menjadi salah seorang penasihat ISMES. (Yanuardi Syukur, Sekjen ISMES)
Leave a Reply