Pemberontak Suriah tinggalkan Homs, kubu yang hancur

Beirut (ANTARA News) – Para pemberontak Suriah yang dikalahkan meninggalkan kubu mereka di Homs yang hancur, menyerah terhadap serbuan angkatan darat selama 26 hari terhadap kota itu yang telah menjadi simbol pemberontakan selama setahun melawan Presiden Bashar al-Assad.
Para aktivis mengatakan angkatan darat Suriah tengah memulai perburuan dan pembunuhan terhadap kaum pemberontak yang tinggal untuk melindungi “penarikan taktis” kawan-kawan dari distrik kota itu, Baba Amro, yang dikoyak pertempuran, lapor Reuters.
Seorang tokoh pro-pemerintah mengatakan tentara telah “memutuskan nadi” pemberontakan dan penarikan mundur pemberontak menandai kemenangan segera terhadap pemberontakan yang didukung Barat.
Segera kemudian, Palang Merah internasional mengatakan pihak berwenang Suriah pada akhirnya memberi “lampu hijau” untuk membawa bantuan ke Baba Amro Jumat.
Bersamaan dengan tersebarnya berita penarikan, tayangan video yang dirilis di Internet nampak memperlihatkan tubuh wartawan Amerika Marie Colvin dan fotografer Prancis Remi Ochlik sedang dimakamkan di Homs, tempat dimana mereka tewas dalam pemboman delapan hari lalu.
Wartawati Prancis Edith Bouvier, yang terluka dalam pemboman yang sama, dan William Daniels lolos menuju Lebanon Kamis, kata Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, merupakan yang terakhir dari segelintir wartawan yang terjebak di kota itu.
Pemberontakan bersenjata dan prajurit yang membelot telah menjadi ujung tombak pemberontakan melawan Assad yang kebanyakan mulai dengan protes damai yang terinspirasi oleh Kebangkitan Arab, namun membesar sesudah penindasan berdarah pemerintah.
Laporan-laporan dari Homs, yang dianggap sebagai benteng perlawanan pemberontak, tidak dapat segera diverifikasi akibat pembatasan ketat pemerintah terhadap operasi media di Suriah.
Paling sedikit 17 pemberontak dibunuh dengan pisau setelah mereka dikejar di lapangan yang berdekatan, kata seorang aktivis kepada Reuters.
Tembakan terpencar terdengar di Baba Amro dan pemboman sporadis menghantam distrik-distrik di dekatnya, kata para aktivis. Tingkat tembakan pertempuran keseluruhan nampaknya telah mereda.
Salju menyelimuti kota, tempat dimana ratusan orang tewas dan penduduk kekurangan makanan, bahan bakar, listrik, air dan sambungan telepon, kata para aktivis.
“Angkatan Darat Suriah Merdeka dan para pejuang lain telah meninggalkan Baba Amro,” kata seorang aktivis dari Homs. “Mereka keluar.”
Kemenangan Tercium
Drama di Homs terungkap tanpa komentar segera apapun dari para pejabat Suriah atau media negara, namun Taleb Ibrahim, seorang analis Suriah yang dekat dengan pemerintah, mengatakan operasi militer di Homs telah “memutuskan nadi kelompok-kelompok bersenjata.”
“Ini merupakan awal dari kemenangan akhir Suriah atas konspirasi Qatar, Saudi, Prancis, Amerika dan Zionis terhadap Suriah,” katanya kepada televisi Lebanon al-Manar yang dioperasikan Hezbollah Lebanon.
Seorang pejabat Lebanon yang dekat dengan Damaskus mengatakan pemerintah Assad bertekad untuk menguasai Homs kembali, kota ketiga Suriah, yang mengangkangi jalan bebas hambatan utara-selatan.
“Mereka ingin merebutnya, apapun yang terjadi, tanpa menahan diri, apapun akibatnya,” kata pejabat itu, meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Dia mengatakan kekalahan pemberontak di Homs akan membuat oposisi tanpa kubu utama di Suriah, meringankan krisis bagi Assad, yang tetap yakin dia bisa bertahan.
Presiden Assad, seorang dokter mata yang dilatih di London, semakin terisolasi dalam perjuangannya untuk mengganyang pemberontakan bersenjata.
Dia telah menerima dukungan signifikan dari Rusia yang, bersama China, telah melindungi Assad dari tindakan Dewan Keamanan PBB.
Namun Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin nampaknya menjaga jarak dari Assad dalam sebuah wawancara dengan surat kabar London Times yang disiarkan Jumat, dengan mengatakan dia tidak memiliki hubungan spesial dengan presiden.
“Terserah rakyat Suriah memutuskan siapa yang harus memerintah negara mereka … Kami hanya perlu memastikan mereka tidak saling membunuh,” kata Putin.
Presiden Turki Abdullah Gul mengatakan kepada Reuters Kamis bahwa Rusia dan Iran akan segera menyadari mereka punya sedikit pilihan yakni hanyalah bergabung dengan upaya diplomatik internasional guna mencopot Assad.
“Saya kira pada waktunya Rusia akan menyadari dukungannya telah dilanggar oleh rezim Suriah. Mereka akan mengakui kenyataan ini ketika mereka mengetahui senjata-senjata berat sedang dipergunakan untuk menghadapi rakyat di Suriah.
Hal itu sangatlah tidak dapat ditolelir, juga tidak bagi Rusia,” katanya.
Perserikatan Bangsa Bangsa mengatakan pasukan keamanan Suriah telah membunuh lebih dari 7.500 rakyat sipil sejak pemberontakan mulai Maret lalu.
Pemerintah Suriah mengatakan Desember bahwa “teroris bersenjata” telah membunuh lebih dari 2.000 tentara dan polisi selama kerusuhan. (K004)

Editor: B Kunto Wibisono