Oleh M. Hamdan Basyar
Pada tanggal 15 April 2020, The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) mengadakan diskusi secara daring. Topiknya adalah “COVID-19, Timur Tengah, & Indonesia.” Ini topik yang menarik. Biasanya kajian Timur Tengah dikaitkan dengan kekerasan dan perang. Bahasan diskusi lebih fokus pada penanganan COVID-19 di Arab Saudi, Turki, dan Iran.
Narasumber yang sedang bertugas di Riyadh, Arab Saudi, menjelaskan bahwa Pemerintah Saudi sangat ketat dalam mencegah penyebaran COVID-19. Sudah lebih dari sebulan masjid ditutup, termasuk Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Dalam adzan ditambah kata “Assholatu fi buyuutikum” (sholat di rumah kalian masing-masing). Di sebagian kota, diterapkan jam malam untuk membatasi ruang gerak masyarakat. Anak kecil dan orang tua dilarang ke luar rumah. Mobil hanya boleh berisi dua orang.
Narasumber lain, seorang doktor lulusan Universitas Marmara, Istanbul, Turki, menjelaskan bahwa di Turki pencegahan COVID-19 juga dilakukan dengan ketat. Ada karantina wilayah tertentu yang membatasi penduduknya ke luar rumah. Anak-anak sampai umur 20 tahun dan orang dewasa 60 tahun ke atas dilarang ke luar rumah. Bila ada pelanggaran, maka akan didenda. Sholat berjama’ah di masjid ditiadakan. Pemerintah Turki mendorong industri kesehatan memproduksi alat pelindung diri (APD) secara besar-besaran. APD ini sebagian dapat diperbantukan ke luar negeri. Berbagai kalangan saling mendukung, saling membantu, termasuk pihak oposisi. Harian Hurriyet milik partai oposisi tidak mengkritik apa yang dilakukan oleh pemerintah. Seorang mahasiswa Indonesia yang tengah kuliah di kota Bursah, Turki, menambahkan sejak 11 April 2020, ada lockdown setiap akhir pekan. Masyarakat Turki tidak bisa berlibur ke luar rumah pada akhir pekan.
Sementara itu, menurut narasumber lain, seorang doktor yang lulusan Universitas Tehran, Iran, menerangkan tentang penyebab mewabahnya COVID-19 di Iran. Ketika COVID-19 diketahui ada di Iran pada pertengahan Maret 2020, masyarakat Iran tengah menanti hari istimewa bagi bangsa Persia, yaitu “Nowruz.” Dalam bahasa Persia, Nowruz berarti hari baru. Ini menandakan hari baru di tahun baru kalender Persia yang jatuh pada 21 Maret. Pada hari itu, bangsa Persia merayakan semacam “lebaran.” Mereka bersuka cita, makan makanan yang enak, keluar ke taman-taman, bersilaturahmi ke sanak saudara, termasuk juga ada tradisi “mudik” ke kampung halaman bagi para perantau di kota besar. Kegiatan itu mereka lakukan selama 13 hari mulai 22 Maret. Kondisi inilah yang menyebabkan COVID-19 cepat tersebar di Iran. Awalnya mereka tidak begitu peduli datangnya COVID-19 karena tengah merayakan “Nowruz.” Tetapi, kemudian pemerintah Iran berusaha membatasi ruang gerak masyarakat agar COVID-19 tidak terus menyebar.
Menurut WHO, pada 20 April 2020, jumlah total kasus positif COVID-19 di Turki mencapai 86.306 orang (meninggal 2.017); di Iran 82.211 orang (meninggal 5.118), dan di Arab Saudi 9.362 orang (meninggal 97). Masifnya penyebaran COVID-19 di Turki dan Iran dikarenakan “community transmission,” sedangkan di Arab Saudi akibat “clusters of cases.”Lebih rendahnya angka di Arab Saudi menandakan berhasilnya menghentikan penyebaran COVID-19 secara cepat, sehingga penularan hanya terjadi pada wilayah tertentu. Penularan terbanyak di Arab Saudi adalah di wilayah Qathif, Provinsi Syarqiyah.
Melihat pengalaman tiga negara tersebut dalam menghadapi COVID-19, Indonesia dapat mengambil beberapa pelajaran. Pertama, pembatasan ketat dalam berkumpul untuk beribadah seperti di Arab Saudi dapat diadopsi dengan perubahan tertentu. Tanpa melihat jumlah masyarakat yang sudah terinfeksi COVID-19, Saudi langsung menutup rumah ibadah. Di Indonesia, sudah ada Surat Edaran Menteri Agama RI No. 6 Tahun 2020 tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di tengah Pandemi Wabah COVID-19 dan ada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19. SE Menteri Agama dan Fatwa MUI tersebut mengatur ibadah umat Muslim di tengah wabah COVID-19. Implementasi dalam masyarakat perlu kejelasan apakah seluruh rumah ibadah ditutup seperti di Arab Saudi atau sebagian ditutup dan sebagian lainnya diperkenankan untuk beribadah. Di sini diperlukan pembagian zona wilayah yang jelas berdasarkan jumlah masyarakat yang terinfeksi COVID-19. Di zona merah, di mana ada yang terpapar positif COVID-19, maka seluruh rumah ibadah bisa saja ditutup. Di zona kuning yang tidak ada positif COVID-19 tetapi ada orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP), maka bisa saja rumah ibadah digunakan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, seperti keharusan cuci tangan, diperiksa suhu badan, penggunaan masker, menjaga-jaga, dan seterusnya. Ditambah lagi perlu adanya larangan untuk anak kecil dan orang tua (60 tahun ke atas) untuk pergi ke rumah ibadah umum. Di zona hijau di mana tidak ada yang terpapar positif COVID-19, tidak ada ODP maupun PDP, maka masyarakat diperbolehkan beribadah di rumah ibadah umum. Siapa yang menentukan zona merah, kuning, atau hijau? Ini tugas dari Pemerintah Daerah yang lebih mengetahui kondisi wilayah kekuasaannya. Saran dari Dinas Kesehatan setempat dapat dijadikan acuan oleh Kepala Daerah.
Kedua, peristiwa “Nowruz” di Iran dapat diambil pelajaran. Peristiwa itu turut andil dalam penyebaran COVID-19 di Iran. Masyarakat Indonesia tidak lama lagi akan merayakan Idul Fitri 1441 H. Biasanya dalam tradisi yang disebut lebaran itu, umat Muslim Indonesia akan bersilaturahmi, bergembira ria, dan orang kota akan mudik ke kampung halaman. Tradisi mudik bisa menjadi sarana transmisi COVID-19 dari zona merah ke zona kuning dan zona hijau. Oleh karena itu, larangan mudik menjadi suatu keharusan, terutama dari zona merah. Sebaliknya, juga perlu larangan pergerakan masyarakat dari zona hijau ke zona merah. Dalam penjelasan setelah rapat terbatas tanggal 21 April 2020, Presiden Joko Widodo menjelaskan adanya larangan mudik mulai tanggal 24 April 2020. Larangan itu tidak akan banyak maknanya, bila tidak ada sanksi yang tegas. Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan bisa digunakan untuk penerapan sanksi itu. Dalam Pasal 93 disebutkan bahwa “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).” Pidana penjara atau pidana denda tersebut bisa jadi akan menyurutkan orang untuk mudik. Tentu, sosialisasi larangan mudik beserta hukumannya harus terus meneruskan digencarkan, agar semua orang dapat mengetahuinya.
Ketiga, kebersamaan Pemerintah Turki dan kalangan oposisi dalam menangani COVID-19 bisa memberikan inspirasi kepada kita semua untuk saling bergandengan tangan menghadapi COVID-19. Pemerintah Indonesia, kalangan ulama, cerdik pandai, dan masyarakat bersatu dalam kebersamaan melawan COVID-19. Sementara ini lupakan perbedaan. Satukan langkah agar wabah COVID-19 segera berlalu. (M. Hamdan Basyar) Sumber: http://politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-nasional/1374-melihat-negara-lain-menangani-covid-19
Referensi:
Undang-Undang No 8 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Surat Edaran Menteri Agama RI No. 6 Tahun 2020 tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah COVID-19.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19.
WHO, “Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 91,” Data as received by WHO from national authorities by 10:00 CEST, 20 April 2020.
Deden Gunawan, “Dubes Iran Bicara Perang Lawan Corona di Tengah Embargo Amerika,” 15 April 2020, dalam https://news.detik.com/berita/d-4977394/dubes-iran-bicara-perang-lawan-corona-di-tengah-embargo-amerika. Diakses pada 21 April 2020.
Lisye Sri Rahayu, “Kematian Akibat Virus Corona di Turki Capai 2.000 Kasus,” 20 Apr 2020, dalam https://news.detik.com/internasional/d-4983174/kematian-akibat-virus-corona-di-turki-capai-2000-kasus. Diakses pada 21 April 2020.
Luthfi Anshori, “Jokowi Larang Warga Mudik, Ini Tuntutan Pengusaha Bus,” 21 April 2020, dalam https://oto.detik.com/berita/d-4984909/jokowi-larang-warga-mudik-ini-tuntutan-pengusaha-bus.Diakses pada 22 April 2020.
Rangga Rahadiansyah, “Biar Tak Ada yang Colongan Mudik, Sanksi Rp 100 Juta Harus Tegas,” 21 April 2020, dalam https://oto.detik.com/berita/d-4985710/biar-tak-ada-yang-colongan-mudik-sanksi-rp-100-juta-harus-tegas. Diakses pada 22 April 2020.
Sifa Sanjurio, “Hari ini Perayaan ‘Nowruz’ di Tehran Sampai Jakarta (Part 1),” 24 Juni 2015, dalam https://www.kompasiana.com/sifasanjurio/551f5740813311c10e9df1a3/hari-ini-perayaan-nowruz-di-tehran-sampai-jakarta-part-1.Diakses pada 16 April 2020.
The Visual and Data Journalism Team BBC News, “Coronavirus pandemic: Tracking the global outbreak,” dalam https://www.bbc.com/news/world-51235105?ocid=wsnews.chat-apps.in-app-msg.whatsapp.trial.link1_.auin. Accessed at April 21, 2020.