Banyak pihak mengkhawatirkan campur tangan militer asing dalam konflik di Suriah. Campur tangan itu dikhawatirkan menjadikan Suriah seperti Libia dan irak. Untuk memahami kondisi di Suriah tersebut, Media Indonesia mewawancarai Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia untuk Kajian Timur Tengah (ISMES) Fahmi Salsabila akhir pekan lalu. Berikut kutipannya.
Apa yang Anda lihat dari krisis di Suriah ini?
ini memang dipengaruhi gelombang revolusi Timur Tengah atau Arab Spring yang dimulai dari Tunisia. Masyarakat Suriah sudah tidak ingin di bawah kekuasaan Al-Assad dan momentum gejolak demokrasi yang terjadi di negara-negara Arab membuat rakyat Suriah yang tadinya ditekan pun ingin berontak. Yang membuat ber-beda dengan negara-negara Timur Tengah lain, Suriah ini memiliki hubungan strategis dengan negara-negara Arab lain, salah satunya iran.
Diberitakan media asing bahwa AS telah menyiapkan militer mereka di Turki agar sewaktu-waktu cepat menggapai Suriah. Apa sebenarnya kepentingan AS di Suriah?
Saya lihat ini merupakan momentum yang sejalan dengan konflik yang terjadi dengan Iran. Mungkin ini menjadi pemanasan, soalnya Suriah merupakan sekutu dekat Iran. Menurut saya ini akan jadi sesuatu yang memudahkan. Dimulai dari situ (Suriah), lalu mendekat ke iran. Menurut saya Suriah dan iran ini mitra strategis yang penting. iran menganggap Suriah sebagai mitra penting dan sebaliknya. Jadi seolah (AS) ingin menghabisi dua-duanya sekaligus dengan dalih (konflik) di Suriah itu, ya biasalah, dengan alasan untuk mengirim pasukan perdamaian. Seperti yang terjadi di Libia, pasukan asing membantu pemberontak supaya bisa menggulingkan kekuasaan walau di lain sisi, dalam tanda kutip, rakyat itu dibunuhi oleh pemimpinnya sendiri.
Apakah AS akan turun langsung dengan cepat, atau hanya lewat suplai senjata seperti yang diberitakan?
Kalau lewat tangan belakang (suplai senjata) itu sudah biasa dilakukan AS dan intelijen Israel. Tapi, kalau turun
secara langsung saya rasa masih agak sulit. AS hanya bisa turun lewat pasukan perdamaian, sedangkan oKi (organisasi Kerja Sama Islam) menentang pasukan perdamaian itu dikirim, lalu juga kan harus ada persetujuan dari Suriah, terus resolusi di PBB pun kan diveto. Jadi sulit un-tuk menempatkan pasu-kan perdamaian di sana. Cuma kalau di belakang layar itu pasti ada karena Amerika akan sekuat mungkin agar Bashar Al-Assad bisa jatuh dan Suriah berada dalam genggaman mereka. Se-lain itu, selama ini Al-Assad juga kan menentang Barat dengan keras, juga merupakan musuh Israel–yang sekutu abadinya AS. Salah satu kon flik Israel-Suriah ialah perebutan dataran tinggi Golan yang direbut israel dalam perang enam hari, 1967.
“Saya lihat ini merupakan momentum yang sejalan dengan konflik yang terjadi dengan Iran. Mungkin ini menjadi pemanasan, soalnya Suriah merupakan sekutu dekat Iran.”
Bagaimana dengan Iran?
Saya rasa iran akan segera mengirim bantuan kepada Suriah. Saya baca kemarin Iran juga telah menempatkan pasukan perang, kapal perang dekat-dekat Teluk Persia, dekat-dekat Suriah. Mungkin itu juga sebagai bentuk antisipasi kalau Suriah diserang Israel atau AS. Saya juga baca kemarin di Middle East Forum bahwa pengiriman senjata secara terselubung telah dilakukan. Walaupun beritanya belum valid, itu bisa saja terjadi karena Suriah ini mitra strategis mereka. Saya pun yakin mungkin ada perjanjian rahasia antara Suriah dan Iran. Salah satu saja terancam, maka yang lainakan membantu. Analisis saya, Suriah dan iran punya perjanjian strategis soal keamanan, juga dengan Rusia dan China. Kita ketahui Rusia dan China telah memveto resolusi yang diusulkan ke Dewan Keamanan PBB.
Bagaimana pula dengan Rusia dan China yang gigih memveto sanksi PBB terhadap Suriah. Apakah menurut Anda mereka juga akan menurunkan pasukan?
Kalau Rusia dan China karena memiliki hak veto, mereka akan lebih bermain lewat diplomatik. itu sudah cukup sebagai dukungan buat Bashar.
Data PBB, berdasarkan pantauan kelompok HAM, korban di Suriah sudah mencapai 7.600 orang. Apakah meningkatnya jumlah korban itu juga dipengaruhi keberadaan tentara pembelot?
Pastinya tentara pembelot ini memiliki senjata seperti juga militer sehingga memungkinkan bentrok senjata yang berimbas pada warga sipil. Cuma buat pihak-pihak yang ingin keamanan terealisasi menginginkan transisinya terjadi dengan damai sehingga tidak terjadi konflik yang meluas seperti di libia sekarang ini, yang berimbas pada terjadinya pertempuran-pertempuran saudara antarsuku. Kalau memang rakyat menginginkan turun, liga Arab, PBB, dan oKi mendesak Al-Assad turun dengan elegan dan ganti dengan pemerintahan yang lebih demokratis. Asal Al-Assad turun saja mungkin akan lebih kondusif, tidak seperti di libia, ya paling tidak seperti di Mesir. Gejolak mungkin terjadi, tapi sedikit-sedikit saja. (DK/I-2)
dimuat di harian Media Indonesia cetak, selasa 28 Februari 2012 hal 23.