
Ismail Suardi Wekke
(Dosen STAIN Sorong, Divisi Riset ISMES)
Dalam 10 hari pertama kekuasaan Presiden Trump menerbitkan beberapa instruksi presiden. Termasuk melakukan moratorium visa kunjungan bagi 7 negara Arab. Tidak saja protes dan kontra dari luar negeri tetapi juga dari dalam negeri. Pimpinan perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat sudah melayangkan keberatan atas tindakan-tindakan presiden Amerika Serikat. Hanya saja, sikap pemerintahan Amerika Serikat bukanlah sebuah hal yang baru.
Pendudukan Iraq tidak memiliki alasan. Begitu juga dengan bombardir peluru atas Syuriah. Sementara embargo bagi Iran baru saja dilepaskan. Semuanya menggambarkan bagaimana kebijakan Amerika Serikat atas Arab dan Islam tidak pernah berubah. Harapan yang diletakkan di pundak administrasi pemerintahan Obama hilang begitu saja. Presiden Obama mampu menarik pasukan dari Iraq tetapi justru di masa yang sama menumbuhsuburkan kekerasan di Libya, Mesir, dan Syuriah. Walaupun tidak terkait langsung dengan Amerika Serikat, tetapi posisi Amerika Serikat yang memiliki kekuasaan veto di PBB, mestinya mampu mengurangi semua bencana tersebut.
Setelah penyerangan New York, 11 September, setiap warga dari negara tertentu yang masuk dalam daftar, termasuk Indonesia bahkan wajib untuk melaporkan diri dalam kurun waktu tertentu. Beberapa fase antara lain 40 hari, 3 bulan, dan tahunan. Begitu pula saat akan meninggalkan Amerika Serikat, juga wajib melaporkan diri.
Ini dapat dimaknai bahwa ada konsistensi kebijakan, walau ada perbedaan teknis yang dilakukan dari administrasi ke administrasi. Perlakuan terhadap negara Arab dan Islam selalu saja berbeda jika dibandingkan dengan Israel. Bahkan politisi Amerika Serikat mendirikan sebuah panitia yang bertahan sampai sekarang. Dinamai dengan kelompok The American Israel Policy Affairs Committee. Gerakan ini menjadi kelompok lobi di parlemen untuk mewadahi kepentingan Israel di Amerika yang bersentuhan langsung dengan Arab.
Sejak 11 September 1922, Senator dan Kongres Amerika Serikat memberikan dukungan bagi berdirinya negara Israel di Palestina. Sehingga kebijakan yang dilakukan dari waktu ke waktu dalam 100 tahun terakhir, tentunya berusaha untuk mengamankan pilihan politik yang sudah dilakukan. Bahkan dalam bahasa yang berbeda dilakukan walaupun dalam kasus yang sama, kadang disebut standar ganda.
Sejak awal dalam kampanye, Donald Trump sudah mempropagandakan ketidaksenangannya terhadap warga muslim. Atas kampanye itu, justru dipilih untuk menduduki kursi presiden. Ini berarti bahwa apa yang direncanakan calon presiden saat kampanye itu, disetujui para pemilih Amerika Serikat.
Tidak banyak harapan yang dapat diletakkan kepada administrasi Presiden Trump. Jika dalam administrasi Bush, invasi dilakukan ke Iraq. Sekarang justru mulai dilakukan kebijakan berbeda yang mungkin saja mendiskriminasi keberadaan warga imigran Arab dan muslim yang menyebar di seantaro Amerika Serikat. ***
Leave a Reply