Amerika Serikat, Obama, dan Arab

Ismail Suardi Wekke
STAIN Sorong & Divisi Riset ISMES

Juni 2000 tepatnya tanggal 5, Obama menyampaikan pidato di Cairo University, Mesir. Pidato yang sangat bagus, bahkan saya sengaja menyimpan teksnya yang sangat bagus. Sebelum beliau meninggalkan kursi Presiden Amerika Serikat, Januari 2017 ini, saya ketikkan beberapa hal untuk menjadi catatan saya.

Pidato saat itu, menyimpan banyak harapan akan hubungan Amerika Serikat dengan dunia Arab, termasuk di dalamnya Islam. Hanya saja, setelah delapan tahun berlalu, harapan itu amsih perlu disimpan lagi. Pidato yang disampaikan, dalam beberapa tidak dapat diwujudkan. Suriah salah satunya yang masih jadi masalah. Perang saudara, dengan kehadiran Amerika Serikat, bukan lagi perang saudara saja. Bahkan menjadi pertempuran yang juga didukung oleh Amerika Serikat dan Rusia.

Sementara itu, Mesir. 2015 silam, Mohammad Morsi, mantan presiden Mesir dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Morsi satu-satunya presiden Mesir yang berasal dari kalangan sipil digulingkan 3 Juli 2013. tetapi bukan saja tentang perseteruan politik, Cairo Museum of Islamic Art juga turut hancur lebur sehingga memerlukan perbaikan. Beberapa koleksi museum bahkan tidak bisa lagi diselamatkan. Artefak-artefak dari zaman pra-Islam juga mengalami kehancuran. Semuanya karena kekuasaan, akhirnya menhancurleburkan sumber-sumber pengetahuan.

Sementara itu, Irak. Perseteruan antara kelompok Sunni dan Syiah terus berlanjut. Pemerintah mendapatkan tekanan dari berbagai pihka. Bahkan Perdana Menteri Haider al-Abadi juga mendapatkan tekanan dari dalam kelompoknya sendiri. Ulama seperti Muqtada al-Sadr juga termasuk yang kerap tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Termasuk pula hadirnya kelompok militan yang dinamakan dengan ISIS. Beberapa kota dan desa di Irak dikuasai oleh kelompok ini. Dengan kehadiran mereka, bantuan kemanusiaan susah untuk didistribusikan. Akhirnya, perempuan dan anak-anak menderita kelaparan dan penyakit yang tidak terobati.

Sementara itu, pasca wafatnya Muammar Khaddafi, Libya masih saja harus mengalami perang saudara. Perebutan lahan minyak, posisi politik yang dipertengkarkan, termasuk sampai pengungsian menjadi masalah bersama. Bahkan PBB sampai harus membentuk tim khusus yang dinamakan Misi Dukungan PBB di Libya (UNSMIL). Persatuan nasional yang dicita-citakan sejak 2012 belum juga wujud. Ternyata, masalah utamanya bukan tentang Muammar Khaddafi. Karena beliau sudah wafat, tetapi masalah baru tetap saja muncul.

Belum lagi, Sudan. Dengan luas wilayah terluas di Afrika tetapi menjadi negara yang sangat miskin. Bentangan sungai Nil Putih dan Nil Biru menyatu di Khartoum yang kemudian berakhir di Mediterania. Pesona sungai Nil hilang begitu saja. Sudan dilanda [erang antar suku. Pertentangan antara Sudan Selatan dan Sudan Utara, salah satunya karena penguasaan minyak.

Suriah, Mesir, Irak, Libya, dan Sudan, semuanya mengalami masalah ketika Amerika Serikat dipimpin oleh Obama. Gejolak politik di kawasan Timur Tengah disebut dengan Arab Spring, tetapi sesungguhnya justru yang muncul adalah musim dingin yang mencelakakan.

Terlalu banyak korban dan juga kematian dari semua pertentangan yang ada. Salah satu kemajuan yang dicapai, pasukan Amerika Serikat pada akhir 2011 akhirnya dipulangkan. Hanya saja, justru ketidakhadiran pasukan Amerika Serikat setelah sembilan tahun berada di Irak, juga menimbulkan masalah baru.

Timur Tengah belum menjadi kawasan yang damai ketika seorang presiden dipimpin oleh seseorang yang justu mengenal Islam. Belum lagi soal Palestina dan Israel yang tidak terselesaikan dalam kepemimpinan beliau. Selamat beristirahat Pak Obama. ***

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*