Jakarta (ANTARA News) – Indonesia masuk menjadi salah satu negara yang perwakilannya diminta untuk menjadi anggota tim pendahulu PBB di Suriah yang menjadi pengamat gencatan senjata di negara tersebut. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kepada wartawan di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Selasa, usai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan PM Selandia Baru John Key mengatakan, enam orang dari Indonesia menjadi bagian dari 30 anggota “advance team” tersebut. “Tapi ingat sifatnya `advance team`. Jadi, `observer team` yang pendahuluan. Yang pertama ada 30 yang ditugaskan. Enam di antaranya dari Indonesia. Saya kira itu wujud dari kepercayaan yang sangat tinggi dari PBB ke Indonesia,” kata Marty. Menlu menjelaskan Sekretariat PBB menanyakan ke pemerintah Indonesia apakah perwakilan dari Indonesia untuk “observer” di Suriah bisa berasal dari anggota “Peacekeeper Indonesia” yang bertugas di Sudan, Kongo, Liberia dan juga Lebanon. “Ada enam jumlahnya. Kenapa? karena itu prosesnya bisa lebih cepat. Kalau melalui proses rekrutmen yang rutin, memang memakan waktu karena keperluannya mendesak, maka Sekjen PBB menanyakan apakah bisa `peacekeeper` kita yang sudah digelar di misi-misi lain inilah yang dialihtugaskan,” ujar Menlu. Marty mengatakan, menanggapi hal itu Presiden Yudhoyono berpendapat pada prinsipnya Indonesia siap membantu, namun dengan catatan bahwa di lapangan sudah berlaku secara efektif gencatan senjata, dan ada persetujuan dari pemerintah Suriah mengenai tim observer ini. “Ini dua pertimbangan yang kita sampaikan ke Sekjen PBB. dan tadi malam Sekjen PBB menyatakan bahwa itu juga menjadi `concern` pihak Sekretariat PBB. Tapi ingat sifatnya `advance team` jadi, `observer team` yang pendahuluan,” ujarnya. Ketika ditanya kapan tim tersebut bertugas, Marty mengatakan masuknya Indonesia ke tim tersebut masih berupa prinsip positif dan mulai bertugasnya menunggu proses lebih lanjut. “Belum, karena baru tadi malam saya sampaikan ke Sekjen PBB. Sekali lagi, pada prinsipnya positif. Ini `principal positive`. Namun, tentu masih harus dipastikan kedua hal itu. prinsip bahwa ada `cease-fire` yang efektif,” paparnya. Mengenai tugas “advance observer”, Menlu menjelaskan,”tugas utamanya sebagai observer, peninjau dan sebagai `military staff officer`. Tapi karena ini adalah gelombang pertama, yang 30 orang pertama, tugasnya, untuk bisa menjalin komunikasi, menggulirkan prosesnya. Ini tahapan awal, jadi betul-betul advance team-nya.” (T.P008*M041) Editor: Ruslan Burhani COPYRIGHT © 2012
Indonesia masuk “advance observer” ke Suriah
-
The Question of Palestine refugees
ISMES – Isu Palestina merupakan isu yang teramat memilukan terlebih jika dikaitkan dengan permasalahan pengungsi Palestina. Di Jalur Gaza ada 8 kamp pengungsi Palestina, sementara […]
-
Kerjasama Internasional dalam penanganan pandemi covid 19
ISMES – Pandemi Corona telah menyengsarakan masyarakat di seluruh dunia. Pada awalnya, banyak negara yang menutup diri. Namun kemudian, seiring dengan semakin parahnya penyebaran virus […]
-
Melihat Negara Lain Menangani Covid 19
Oleh M. Hamdan Basyar Pada tanggal 15 April 2020, The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) mengadakan diskusi secara daring. Topiknya adalah “COVID-19, Timur Tengah, & […]
-
Segenap pengurus ISMES turut berbela sungkawa sedalam-dalamnya atas berpulangnya presiden ke-3 RI, Bapak Baharudin Jusuf Habibie. Semoga Allah melapangkan kuburnya dan menerima semua amal baiknya […]
-
Bermitra dengan Kementerian Luar Negeri, ISMES Menjadi Inisiator Lahirnya Komunitas Timur Tengah di Indonesia
Bermitra dengan Kementerian Luar Negeri, ISMES Menjadi Inisiator Lahirnya Komunitas Timur Tengah di Indonesia Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) menjadi inisiator bagi pembentukan […]